Kamis, 03 Juni 2010 di 15.47 Diposting oleh sindoro 0 Comments

I. PENDAHULUAN

Kabupaten Temanggung terletak pada posisi strategis diantara Daerah Tujuan Wisata Magelang (Borobudur), Wonosobo / Banjarnegara (Dieng) dan Semarang. Dalam kehidupan sosial dan budaya, masyarakat Temanggung memiliki budaya yang jujur, prasaja dan ewuh pekewuh . Hal ini dapat mendukung upaya menciptakan sadar wisata dan pengamalan SAPTA PESONA dalam pengembangan pariwisata.

Kabupaten Temanggung memiliki banyak potensi obyek wisata baik wisata alam, budaya maupun wisata buatan. Meskipun sebagian besar obyek tersebut masih sebagai potensi, dalam arti belum dikembangkan secara optimal menjadi obyek wisata dengan kawasan yang memadahi, namun keberadaannya sudah mampu menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara. Hal ini akan menjadi modal untuk pengembangan lebih lanjut.


A. POTENSI WISATA ALAM DI TEMANGGUNG


1. Air Terjun Trocoh ( Surodipo ) di Kecamatan Wonoboyo

Grojogan yang curam dan air yang tak pernah surut dengan pemandangan alam sekitarnya bernuansa pegunungan bisa membuat wisatawan benar benar segar, sejuk dan nyaman. Di kawasan ini ada 5 terjunan air dengan suasana yang berbeda. Terletak di desa Tawangsari 7 km dari Kecamatan Wonoboyo atau 36 km dari Kota Temanggung.

Potensi obyek wisata air terjun yang masih perawan dan alami, menjadi saksi bisu kilasan sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro ketika membuat strategi gerilya melawan Belanda.

Untuk mencapai lokasi ini memang membutuhkan tenaga ekstra sebab harus melewati perbukitan di ladang penduduk. Namun suasana mengesankan dengan hembusan angin bukit.

2. Air Terjun Lawe di Kecamatan Gemawang

Jatuhnya air dari tebing curam itu bagaikan benang-benang putih yang dalam bahasa jawa disebut ‘Lawe’.

( tali yang seratnya putih ) membuat namanya lebih cocok menjadi Curug Lawe. Di kawasan ini ada buah-buah alam yang bisa disantap apabila datang tepat pada musimnya.

Panorama alam sekitar Curug Lawe di desa Muncar kecamatan Gemawang kabupaten Temanggung cukup memikat. Perjalanan menuju lokasi cukup lancar dengan jarak tempuh sekitar 26 km dari kota Temanggung.

3. Goa Lawa di Kecamatan Bejen

Terletak di desa Ngalian Kecamatan Bejen, perbatasan Temanggung – Kendal, pernah dirintis pengembangannya oleh Mahasiswa AKPARI Semarang. Ada tradisi pendukung yakni upacara ‘Lampet Dawuhan’ yaitu serangkaian upacara adat sedekah kali dengan ungkapan do’a agar air yang mengairi sawah penduduk di wilayah tersebut dapat tetap abadi mengalir memenuhi kebutuhan pertanian mereka. Ada keunikan dalam tradisi ini yaitu sesepuh desa menyedot air kali dengan mulut kemudian menyemburkannya di areal persawahansetelah melalui kirap sepanjang 200 meter.

4. Mata Air Jumprit

Udara yang sejuk di mata air Kali Progo dan air yang bening higienis membuat wisatawan kerasan ditemani kera kera jinak bersahabat. Ada tradisi Kungkum di pusat mata air ini dan kemudian berdzikir di Makam Ki Nujum Majapahit. Kegiatan Ziarah ini ramai dilakukan pengunjung pada Malam Selasa Kliwon dan Jum’at Kliwon.

Jumprit Terletak di dusun Jumprit desa Tegalrejo kecamatan Ngadirejo 26 km dari Kota Temanggung. Panorama alam yang sejuk di kawasan mata air jumprit dan wana wisata yang dikelola Perhutani menjadikan obyek wisata ini menarik untuk singgah dan membuat tenda tempat istirahat.

Obyek wisata spiritual ini erat hubungannya dengan legenda Kyai Nujum Majapahit. Didekat mata air Jumprit terdapat makam Ki Jumprit tempat para peziarah melakukan meditasi dilanjutkan dengan mandi kungkum dan berdzikir. Air Jumprit juga digunakan sebagai Air Berkah untuk upacara Tri Suci Waisyak setiap tahunnya.

5. Rest Area Kledung Pass

Kawasan titik puncak perjalanan Temanggung - Wonosobo dan Dieng dengan pemandangan Panorama Gunung Sumbing dan hamparan tanaman tembakau merupakan kawasan yang sejuk dengan aliran angin lembah yang membuat nuansa menjadi segar. Cocok untuk transit melepas lelah sambil minikmati kopi khas Temanggung di Trading House Kledung Pass. Di sekitar kawasan ada kebun Strawbery dan pusat pembibitan tanaman kentang unggul sehingga Kledung Pass juga sebagai Agro Wisata.

6. Pendakian Gunung Sumbing

Pendakian Gunung Sumbing merupakan tradisi yang dilakukan para pecinta alam dan petualang wisata pada “Malem Selikuran” tanggal 20 bulan Sya’ban. Pendakian dilakukan lewat dusun Kacepit, desa Pagergunung Kecamatan Bulu dan akan dipandu oleh Pemandu Wisata Gunung dari desa setempat.

1. Pendakian Gunung Sindoro

Pendakian dilakukan tiap “Malem 1 Sura”yaitu tanggal 30 bulan Zulhijah oleh ribuan pecinta Sindoro Tracking Mounth, lewat desa Katekan Kecamatan Ngadirejo dan juga lewat desa Kledung. Di puncak Sindoro dapat melihat matahari terbit dan apabila mendaki pada siang hari maka akan melihat tenggelamnya matahari serta Danau Ajaib yang disebut sebagai ‘Pasar Setan’.

Sebagai Base Camp dan tempat pendaftaran adalah di desa Kledung Kecamatan Kledung. Mereka akan didata identitasnya dan dicek perlengkapannya oleh petugas gabungan dari tim SAR, Polisi, Kelompok Pecinta Alam, Pramuka dan Pemuda Desa, berkaitan dengan upaya pengamanan serta kelengkapan yang harus dibawa saat mendaki.

Gunung Sindoro berketinggian 3.151 meter, puncaknya merupakan hamparan pasir bekas magma yang membeku. Dari puncak itulah para pendaki akan menikmati suasana yang indah saat terbitnya matahari pagi pukul 05.00 WIB. Berdiri diatas puncak Sindoro bagaikan berdiri diatas awan, lebih-lebih bila cuaca jernih pendaki dapat merasakan indahnya alam puncak gunung yang ditumbuhi bunga-bunga kering. Begitu indahnya sang Edelweis, namun siapapun tak boleh membawa pulang, cukup bisa dipandang saja dipuncak Sindoro.

2. Hutan Walitis

Pohon Walitis merupakan satu – satunya pohon terbesar di Lereng Gunung Sumbing dan Sindoro yang terletak di desa Jetis Kecamatan selopampang. Tinggi pohon ± 30 meter, lingkar batangnya ± 7,5 meter. Untuk memeluk pohon ini diperlukan enam (6) orang dewasa yang saling bertautan merentangkan kedua tangannya. Legenda masyarakat menyebutkan, Pohon Walitis berasal dari sebuah tongkat Ki Mangkukuhan yang ditancapkan di tanah kemudian ditinggalkan Ki Ageng ke Puncak Sumbing. Kawasan Walitis memiliki pemandangan alam yang indah dan udara pegunungan segar alami. Tidak kalah menariknya disana tumbuh juga rumpun tumbuhan yang bernama hutan Rosomolo yang tidak terbakar kendati di lingkungannya sering terjadi kebakaran hutan.

B. OBYEK WISATA BUATAN

1. Pikatan Water Park

Obyek wisata permainan air tengah menjadi trend wisata saat ini telah hadir di Pikatan Temanggung dan menjai tujuan rekreasi yang menyenangkan. Fasilitas aneka permainan air tersedia didukung sejuknya udara Pikatan.

Di kawasan ini terdapat Kolam Renang Standar Nasional, kolam anak-anak, hall tempat bermain, dan juga terdapat situs Rakai Pikatan dari Kerajaan Mataram. Tersedia rumah makan dengan menu ‘Bader Goreng’, Ikan Bakar dan makanan oleh-oleh Gula Kacang maupun pecel mi yang siap santap.

2. Taman Rekreasi Kartini

Pusat hiburan masyarakat terutama pada event Pekan Syawalan dengan suguhan aneka hiburan. Kawasan ini juga sebagai tempat singgah pemakai jasa travel Semarang – Wonosobo – Purwokerto. Gedung Perpustakaan Daerah juga dibangun di kawasan ini sehingga pengunjung disamping menikmati permainan juga bisa bersantai sambil membaca buku di perpustakaan.

3. Monumen Meteorit

Jatuhnya meteor di ladang penduduk desa Wonotirto kecamatan Bulu, tanggal 11 Pebruari 2001 dibarengi suara gemuruh dan ledakan dahsyat, merupakan peristiwa alam yang langka dan menarik untuk diteliti. Untuk itu Sekolah Tinggi Sains dan Teknologi AKPRIN Yogyakarta melakukan penelitian dan kemudian membangun Monumen Meteorit di lokasi jatuhnya benda angkasa tersebut. Kini Monumen ini menjadi obyek wisata yang menarik untuk dikunjungi didukung sejuknya suasana alam sekitar berlatar belakang pemandangan Gunung Sumbing berketinggian 3.371 m.

4. Monumen Bambang Sugeng

Bukit kecil di sebelah timur kota Temanggung menjadi saksi perjuangan almarhum Mayjend Bambang Sugeng yang pada waktu perang kemerdekaan memimpin pasukan TNI di daerah Temanggung dan sekitarnya. Di kawasan ini berdiri Monumen Bambang Sugeng dan terdapat batu besar dengan pahatan tulisan huruf kanji berbunyi Wampo Daiwa Daigetzu yang diartikan dalam bahasa Indonesia : Seloeroeh Doenia Sekeloearga. Merupakan peninggalan Bala Tentara Jepang yang pernah ditawan di daerah Temanggung.

Bambang Sugeng sendiri dimakamkan di Kranggan di sebelah jembatan sungai Progo berjarak 3 Km dari Museum ke arah Timur. Jembatan Progo sendiri menyimpan kisah heroisme masa perang kemerdekaan sebab di tempat ini ratusan pejuang dieksekusi oleh pasukan Belanda.

C. POTENSI WISATA BUDAYA

1. Candi Pringapus

Peninggalan kebudayaan Hindu – Budha ini bisa dijadikan obyek penelitian kebudayaan masa lampau.

Candi Pringapus dengan arca-arca berartistik Hindu Sekte Shiwaistis dibangun pada tahun 850 Masehi. Ini merupakan Replika Mahameru sebagai perlambang tempat tinggal para Dewata. Hal ini terbukti dengan adanya hiasan Antefiq dan Relief Hapsara-hapsari yang menggambarkan makluk setengah dewa. Candi ini terletak di desa Pringapus Kecamatan Ngadirejo berjarak 22 Km arah Timur Laut dari Kota Temanggung. Banyak dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara seperti Belgia, Amerika, dan Belanda.

2. Prasasti Gondosuli

Reruntuhan candi yang dibangun pada jaman Sriwijaya masih bisa menjadi saksi bisu kebudayaan masa lampau karena masih ada batu prasasti yang kini dilindungi sebagai Cagar Budaya.

Peninggalan sejarah yang dapat dijadikan obyek penelitian bagi perkembangan sejarah dan kebudayaan. Bebatuan candi memang tidak utuh lagi berdiri sebagai candi, namun keberadaan Candi Gondosuli tetap menambah potensi obyek wisata budaya. Lebih-lebih di kawasan ini terdapat sebuah prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Gondosuli. Isi prasasti itu adalah sebuah legitimasi kejayaan Rakarayan Patapan Pu Palar pada masa pemerintahan Rakai Garung Raja Mataram dinasti Sanjaya. Prasasti ini terletak di Desa Gondosuli Kecamatan Bulu berjarak 7 km arah Barat dari kota Temanggung. Perjalanan bisa dikemas dalam jalur wisata : Pikatan Indah – Monumen Meteorit – Bale Kambang – Prasasti Gondosuli – Pendakian Gunung Sumbing.

3. Suran Traji

Siapapun yang jadi Kepala Desa harus berpakaian seperti pengantin Jawa pada Malam tanggal 1 Suro, kemudian dikirabkan menuju Sundang Sidhukun dan dilakukan acara sesaji serta pentas wayang kulit.

5. Makam Ki Ageng Makukuhan

Konon ceritanya Ki Ageng Makukuhan adalah orang pertama di bumi Kedu Temanggung. Makam Ki Ageng Makukuhan di desa Kedu dikenal sebagai obyek wisata ziarah. Terletak sekitar 5 Km arah utara dari kota Temanggung. Banyak peziarah yang datang dari luar daerah terutama di malam Jum’at Kliwon dan malam Selasa Kliwon. Mereka bersemadi untuk berbagai kepentingan atas dasar kepercayaan masing-masing.

Ada versi yang menyebutkan Makam Ki Ageng kemudian dipindahkan ke puncak gunung Sumbing, oleh karenanya banyak pula pendaki yang ingin berziarah sekaligus melakukan perjalanan wisata pendakian gunung Sumbing.

6. Tradisi Jum’at Pahingan

Malam Jum’at Pahingan adalah tradisi berdzikir di Masjid desa Menggoro kecamatan Tembarak kurang lebih 7 km arah Selatan kota Temanggung. Banyak pengunjung dari berbagai kota seperti Pekalongan, Semarang, Solo, Wonosobo, Purwokerto, dan Magelang dengan berbagai tujuan. Umumnya mereka membaca ayat suci Al Qur’an, dzikir, membaca doa-doa, menjalankan nadzar, ada pula yang sekedar ingin mengadu nasib dengan memeluk salah satu tiang masjid yang dikenal dengan Soko Guru karena konon bisa mengetahui rejekinya jauh atau dekat.

7. Prasasti Gondosuli

Peninggalan sejarah yang dapat dijadikan obyek penelitian bagi perkembangan sejarah dan kebudayaan. Bebatuan candi memang tidak utuh lagi berdiri sebagai candi, namun keberadaan Candi Gondosuli tetap menambah potensi obyek wisata budaya. Lebih-lebih di kawasan ini terdapat sebuah prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Gondosuli.

Isi prasasti itu adalah sebuah legitimasi kejayaan Rakarayan Patapan Pu Palar pada masa pemerintahan Rakai Garung Raja Mataram dinasti Sanjaya. Prasasti ini terletak di Desa Gondosuli Kecamatan Bulu berjarak 7 km arah Barat dari kota Temanggung. Perjalanan bisa dikemas dalam jalur wisata : Pikatan Indah – Monumen Meteorit – Bale Kambang – Prasasti Gondosuli – Pendakian Gunung Sumbing.

D. AKOMODASI PENDUKUNG

Bagi wisatawan yang ingin bermalam di Temanggung tersedia hotel dan rumah makan yang representatif, diantaranya Hotel Indraloka, Candra, Kintamani dan Nirwana. Juga Rumah Makan diantaranya : Daun Mas Resto, Ani, Pujasera, Ngesti Rasa, Sari Ayam, Rindu Alam, dan Adem Ayem.

III. STRATEGI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PARIWISATA

KABUPATEN TEMANGGUNG.

Sebagaimana Visi dan Misi Pembangunan Kepariwisataan yang ditetapkan maka strategi Kebijakan Pembangunan Pariwisata Kabupaten Temanggung dikelompokkan dalam 3 (tiga) focus pengembangan yaitu Pengembangan Produk, Pengembangan Pemasaran dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.

A. PROGRAM PENGEMBANGAN PRODUK

1. Mengembangkan Potensi Obyek dan Daya Tarik wisata yang berbasis pada kehidupan dan keunikan pedesaan maupun kesenian tradisional dan kerajinan rakyat melalui bentuk kemitraan.

2. Membina dan menumbuhkan serta memberdayakan kelompok-kelompok kesenian sebagai potensi pendukungobyek wisata sehingga mampu meningkatkan daya tarik wisata.

3. Pelestarian dan penataan lingkungan fisik dan sosial budaya, komunitas pedesaan, komunitas kesenian sebagai daya tarik wisata dan usaha-usaha ikutan dibidang jasa pariwisata dengan melibatkan masyarakat sekitar obyek wisata.

4. Pengembangan dan pembinaan pengelolaan Desa Wisata serta usaha-usaha pariwisata yang dikelola masyarakat sebagai salah satu generatoe kegiatan ekonomi lokal.

B. PROGRAM PENGEMBANGAN PEMASARAN

  1. Peningkatkan kegiatan promosi wisata dan produk unggulan daerah melalui keikutsertaan dalam event-event Pameran seperti PRPP Jateng, Bengawan Solo Fair, dll.
  2. Peningkatan kegiatan promosi dengan penekanan publikasi obyek-obyek wisata yang berbasis ‘ekonomi kerakyatan’ serta industri kerajinan yang ada sebagai cinderamata.
  3. Penyelenggaraan kegiatan Pameran dan Informasi Bisnis Terpadu dalam membuka akses pasar dan jaringan pemasaran yang lebih luas. Untuk itu Temanggung telah memiliki Home Page Internet dengan kode akses : www.temanggungkab.go.id
  4. Pendayagunaan Media Massa secara optimal sebagai media promosi, apresiasi dan sosialisasi potensi dan obyek wisata beserta pendukungnya yang berbasis pada kehidupan alam pedesaan (Natural Village).

C. PROGRAM PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

1. Memberikan pembekalan pengetahuan dan teknis kepariwisataan kepada insan-insan pariwisata dan kebudayaan serta pelaku kesenian melalui kegiatan Diklat, Seminar, Lokakarya dll. serta mempersiapkan tersedianya tenaga kerja pariwisata yang professional.

2. Pemberdayaan pelaku usaha dibidang kepariwisataan dan kesenian khususnya sector informal (seperti pedagang kaki lima di sekitar obyek wisata). Dalam kontek ini bisa dilakukan pelatihan peningkatan kualitas produk dan kualitas presentasi serta profesionalisme pelayanan.

3. Pemberdayaan peran serta masyarakat dalam upaya menciptakan iklim sejuk yang dinamis di sekitar obyek wisata sehingga tercipta kondisi yang dijiwai SAPTA PESONA

III. PENUTUP

Demikian paparan Potensi Pariwisata dan program pengembangan kepariwisataan Kabupaten Temanggung dalam tulisan singkat dan sederhana ini dengan harapan mendapat tanggapan, masukan, saran inovatif dari para peserta Road Show Pariwisata sehingga menjadi sumber inspirasi bagi pengembangan lebih lanjut.

di 15.29 Diposting oleh sindoro 0 Comments



Dulu keberadaan Umbul Jumprit hanya diketahui oleh kalangan tertentu saja. Tetapi sejak awal 1980-an, jumlah pengunjung terus meningkat, terutama mereka yang ingin berziarah ke makam Ki Jumprit dan mandi kungkum di Umbul Jumprit. Pada tanggal 18 Januari 1987, Pemerintah Kanupaten Temanggung menentapkan Jumprit sebagai Kawasan Wanawisata. Setahun kemudian, Kawasan itu diresmikan Gubernur Jawa Tengah (saat itu HM Ismail).

Namun Jumprit sudah disebutkan dalam serat Centini, terutama dikaitkan dengan legenda Ki Jumprit yang merupakan ahli nujum di Kerajaan Majapahit. Ki Jumprit bukan hanya dikenal sakti mandraguna, tetapi juga salah seorang putra Prabu Brawijaya, Raja Majapahit.
Dia meninggalkan kerajaan, agar bisa mengamalkan ilmu dan kesaktiannya kepada masyarakat luas. Perjalanan panjangnya berakhir di Desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung.

Beberapa tokoh masyarakat meyakini, Ki Jumprit adalah leluhur dari masyarakat Temanggung yang tersebar di lereng Gunung Sindoro dan Sumbing. Namun hal ini masih memerlukan kajian mendalam, terutama dari aspek kesejarahan.

Yang pasti ada beberapa lokasi yang diyakini sebagai petilasan KI Jumprit. Makamnya pun berada tak jauh dari Umbul Jumprit. Dua lokasi inilah yang kerap dikunjungi peziarah, terutama komunitas tertentu yang terbiasa melakukan tirakat.

Sebagai ahli nujum, Ki Jumprit pernah meramal suatu saat nanti Temanggung akan menjadi daerah makmur. Sebagian ramalannya terbukti benar. Petani di lereng Sumbing dan Sindoro relative hidup berkecukupan melalui tanaman tembakau. Komoditas ini mulai popular sejak awal tahun 1970-an.

Tingkat pendidikan dan derajat kesehatan masyarakat di Temanggung pun termasuk kelompok apan atas di Jawa Tengah, terutama jika dibandingkan dengan Kabupaten lainnya. Meskipun komoditas tembakau tidak lagi secemerlang dulu, kesejahteraan masyarakat Temanggung masih di atas rata-rata masyarakat Jawa Tengah.

Tak banyak orang mengenal eksotisme alam di wilayah perbukitan kota Temanggung. Tak banyak pula yang menaruh perhatian pada penggalan sejarah Jawa kuno berwujud bangunan dan prasasti, tanda yang senantiasa mengundang dialog dengan masa lalu.


Kami memasuki bangunan gerbang tua yang menyerupai candi dan corak arsitekturnya mirip bangunan peninggalan Kerajaan Majapahit di Mojokerto, Jawa Timur. Tempat itu terletak di wilayah agak mendatar, tertutup pohon-pohon besar. Satu-dua kera mendekat seperti mengawasi.

Itulah gerbang utama menuju Umbul Jumprit, mata air yang disucikan. Air umbul (sendang, mata air) adalah air keberkahan yang diambil para biksu dengan ritual khusus untuk digunakan dalam upacara Trisuci Waisak di Candi Borobudur. Umbul yang tak pernah kering ini juga "mengisi" Sungai Progo.

Jalan menuju umbul teduh dan sunyi. Kira-kira 30 meter dari gerbang utama berdiri patung Hanoman (kera sakti dalam kisah Ramayana) di depan gerbang kedua yang harus dilewati untuk mencapai umbul. Mata air itu terletak di bawah goa, dilindungi pohon tua yang sangat besar, bersulur-sulur. Matahari tidak bisa menembus kerimbunannya.

"Kalau mau airnya, saya ambilkan langsung dari umbul," ujar Muhtasori, petugas di situ. Ia berjalan pelan mendekat ke goa, menundukkan kepala sejenak, membungkukkan badan, dan terlihat hati-hati memasukkan air ke mulut botol. Air itu terasa sangat dingin dan jernih.

Muhtasori mengatakan, banyak orang datang ke umbul pada hari-hari tertentu, khususnya pada malam tanggal 1 Sura, untuk bermeditasi dan mandi. Biasanya dilakukan selewat tengah malam. "Dulu tak banyak orang tahu tempat ini," ia melanjutkan, "Pengunjung mulai berdatangan pada 1980-an. Ada orang Jerman yang beberapa kali ke sini."


Petilasan Jumprit disebut dalam Serat Centhini, karya sastra para pujangga Jawa tahun 1815, terutama dikaitkan dengan legenda Ki Jumprit.

"Menurut cerita, beliau adalah ahli nujum dari Majapahit. Namun, juga ada yang bilang, beliau putra Raja Majapahit, Prabu Brawijaya," tutur Muhtasori, "Beliau pergi dari keraton, bertapa, ditemani seekor monyet bernama Seta. Monyet-monyet di sini keturunan Seta. Jumlahnya sekarang sekitar 20-an."

Kebenaran cerita itu boleh saja dipertanyakan. Akan tetapi, memperlakukan umbul dengan penuh hormat, seperti dilakukan Muhtasori, adalah keharusan.

Merawat mata air adalah merawat kehidupan. Umbul Jumprit tak hanya terkait dengan legenda masa lalu. Ia menghadapi tantangan kontekstual, dengan kehidupan sebagai pertaruhan. Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 mengenai Sumber Daya Air, orang-orang rakus mendapat "restu" untuk menguasai mata air di berbagai pelosok Bumi Pertiwi ini.

Rabu, 02 Juni 2010 di 12.46 Diposting oleh sindoro 0 Comments


Sekelumit cerita asal mula gunung Sindoro dan Sumbing. Alkisah, hiduplah sepasang suami istri yang ditemani oleh dua orang anak laki-laki. Mereka hidup sebagai seorang petani, yang hidupnya selaras dengan ritme alam pedesaan. Pagi diawali dengan mencangkul, bercocok tanam. Siang, selepas sepenggalah sinar matahari, istirahat sejenak. Sore menjelang, tiba saatnya untuk pulang ke rumah. Demikian roda dinamika kehidupan setiap hari, nyaris tanpa perubahan. Akan halnya kedua anaknya, mereka selalu bertengkar sepanjang hari. Perilaku anak-anak yang sebenarnya hampir kita jumpai dalam setiap keluarga.

Karena mereka berdua selalu terlibat dalam pertengkaran, suatu ketika, kesabaran sang ayah melebihi batas. Akhirnya anak yang kedua terkena pukulan tangan ayah, mengakibatkan bibirnya robek (dalam bahasa setempat disebut “sumbing”). Hingga kini kedua anak tersebut diabadikan sebagai nama gunung Si(ndoro) dan si(sumbing). Ndoro adalah julukan kepada seseorang karena sikap santun, bijaksana dan selalu melindungi. Adapun sumbing diberikan kepada anak yang nomor dua karena tingkahnya. Gunung sumbing bila dilihat dari sisi timur atau barat akan terlihat bagian tengah robek, melengkung ke bawah.

Kisah Sindoro dan Sumbing tidak ada bedanya dengan legenda-legenda lain. Sangkuriang, Roro Jonggrang, Roro Kidul, Banyuwangi dll. KIsah-kisah itu ternyata memiliki nilai jual. Orang tak akan tertarik berkunjung ke Tangkuban Perahu, bila tak mendengar cerita Sangkuriang. Siswa tak akan melakukan tour manakala tidak membaca kisah heroik orang-orang terdahulu dengan keterbatasan teknologi tapi mampu mewujudkan sebauah candi Borobudur yang fenomenal.

Tour tak sekedar wisata belaka, namun juga mengenal lebih dekat tentang budaya setempat. Disanalah kita bisa berinteraksi dengan manusia lain lewat perbedaan adat, bahasa, perilaku dan juga hasil karya. Dari interaksi tradisi inilah, mestinya dimanfaatkan oleh pemerintah setempat untuk memberikan yang terbaik bagi orang lain.

Gairah otonomi daerah telah disambut antusias oleh pemerintah daerah. Lereng gunung Sumbing dan Sindoro telah menjadi obyek wisata. Sisi barat Sindoro merupakan area perkebunan teh yang telah dikelola sejak jaman Belanda. Saat ini, perusahaan teh, tidak saja memproduksi hasil teh yang berkualitas, namun lokasi perkebunan juga dimanfaatkan untuk wisata keluarga. Bagi yang suka wista ke daerah dingin, perkebunan teh “Tambi” menawarkan sejumlah paket wisata. Adapun belahan sisi timur, merupakan lahan tanah yang subur untuk tembakau. Salah satu perusahaan rokok yang terkenal, disuplai dari lereng sindoro.

Puncak gunung Sumbing, telah lama menjadi daerah tujuan wisata, terutama bagi pecinta olah raga naik gunung. Hari yang dipastikan cukup ramai adalah menjelang 1 Muharram dan 17 Agustus. Dengan menyusur lewat kaki sebelah utara yang cukup landai, puncak sumbing menawarkan dahaga pelancong. Masyarakat setempat menjadi semakin bergairah menyambut turis lokal khususnya.